Kamis, 15 Agustus 2013

Tempat Aman

Written by Unknown


Jo telah tertidur sekarang. Matanya mengedip-ngedip cepat sambil terpejam. Anak kecil yang malang. Pikir Tera. Ia duduk di samping Jo. Setengah memeluknya dari pertama bertemu hingga sekarang. Tera menghela napasnya, pikirannya masih belum tenang karena ia belum menemukan Alex.

Sambil menemani anaknya tidur, Tera menatap sekeliling ruangan. Kamar tempatnya berada tidak terlalu besar. Cahaya di sini sangat terang, membuatnya heran karena listrik telah tiada sejak penyerangan. Dengan amat perlahan Tera bangkit, mencoba sehalus mungkin agar Jo tidak terbangun. Ia membuka salah satu lemari di sana. Pakaian laki-laki. Ia beralih ke lemari lainnya dan menemukan apa yang ia cari. Pakaian baru dan handuk. Tanpa pikir panjang ia berjalan ke kamar mandi. Sejauh ini, ia belum menemui orang lain selain Luke dan anak gadis berambut hitam. Dan anaknya sendiri tentunya. Tera membasuh badannya perlahan. Dalam balutan cahaya terang di kamar mandi, Tera memeriksa seluruh tuuhnya. Berharap ridak ada gigitan. Ia membuka mulutnya lebar-lebar di depan cermin, tidak ada percikan darah di sekitar mulutnya. Merasa lega, pikirannya terbang ke salah satu buku yang ia baca tadi.

Mungkin hanya suatu kebetulan buku kuno itu tergeletak tepat di depan matanya saat ia menunggu Jo. Kebetulan lainnya adalah ia membacanya. Lalu dalam buku itu ada lagi sebuah kebetulan yang mirip dengan perilaku Luke tadi. Membuatnya bingung dan kehilangan arah sesaat menyadari ia berada di tempat lain dalam sekejap. Tunggu, terlalu banyak kebetulan yang terjadi.. Tera menggelengkan kepalanya merasa geli dengan dirinya karena termakan oleh buku dongeng anak-anak di samping tempat tidur. Tidak mungkin Luke bisa melakukan itu. Kemungkinan yang paling realistik adalah ia tadi pingsan sejenak lalu Luke menyelamatkannya.

Tera berjalan keluar dari kamar mandi. Merasa sangat beruntung bisa mandi tanpa harus terus memeriksa pintu dan mengambil pistol berulang-ulang hanya karena alasan paranoid. Seorang anak muda berjalan ke arahnya.

"Oh syukurlah kau sudah selesai, aku sudah menahannya dari tadiii.." kata anak itu sambil berlari ke dalam kamar mandi.."Ngomong-ngomong aku J" kata anak itu cepat sebelum menutup pintu.

Tera melihatnya bingung. Sebagian karena tingkahnya dan sebagian besar karena helm aneh yang melekat di kepalanya. Ia terlihat seperti korban kecelakaan dengan tulang belakang rusak sehingga harus menggunakan korset aneh agar tulang belakangnya tidak bergeser. Hanya saja, kali ini korset itu ditambah helm dan berbentuk jauh lebih aneh.

"Maklumi saja dia, dia memang aneh" kata seseorang dari belakang.

"Hai aku Helena, kau pasti ibunya Jo." kata gadis itu ramah sambil menjulurkan tangannya.

"Ya, aku Tera." kata Jo sambil menggenggam pelan tangan gadis itu.

"Emm..aku sedang berada di mana?" lanjut Tera sambil berjalan mengikuti Helena ke laboratorium

"Luke belum menjelaskan padamu?" kata Helena santai. "Tenang, kau ada di tempat aman. Di laboratorium milik dr. Greg" kata Helena tersenyum sambil menunjuk pria tua yang sedang mengutak-atik pundak Luke. Rambutnya makin menipis setiap hari. "Ia ayahnya Luke" lanjut Helena sambil berjalan menjauh sambil mengunyah cokelat batangan yang ia pegang. Gadis itu terlihat terlalu santai untuk situasi seperti sekarang.

Tera menepuk pundak dr. Greg lalu tersenyum saat pandangan mereka bertemu. Senyumnya penuh dengan perasaan bersalah.

"Tidak apa-apa, anak ini terkadang patut untuk di tembak." kata dr. Greg sambil menekan pundak Luke.

"Ahh" Luke menahan sakit sedikit.

Tera hanya memandang mereka sambil menutup mulutnya. Bingung ingin berbicara apa. Luke bangkit dari duduknya dan menggandeng Tera ke sudut laboratorium. Masih bingung, ia hanya mengikuti ajakan Luke.

"Sebaiknya kamu duduk.." kata Luke seakan ingin menceritakan sesuatu yang penting sambil memunggungi Tera.

"Aku sudah duduk.." kata Tera skeptis.

"Oh, baguslah." kata Luke merasa bodoh. "Begini.." lanjut Luke sambil duduk menghadap Tera.

"Tidak perlu dijelaskan aku sudah mengerti" kata Tera, "Tadi aku pingsan dan kau menyelamatkanku, terima kasih." lanjutnya.

"Hahaha, bisa dibilang begitulah kalau aku orang biasa. Sayangnya bukan itu yang terjadi. Tadi aku berteleportasi sambil membawamu ke sini. Ke rumah ayahku." kata Luke. Tera hanya melipat tangannya dan memasang ekspresi biasa saja.

"Aku serius!. Aku memiliki kemampuan untuk berteleportasi. Dalam rumah ini tidak ada yang tidak memiliki kemampuan malah. J bisa bertukar pikiran, Helena dan ayahku adalah seorang jenius." kata Luke lagi.

"..dan aku bisa terbang" kata Tera masih melipat tangannya.

"Benarkah?" kata Luke serius.

"Tentu saja tidak bodoh! mana mungkin ada yang namanya seperti itu. Kalau ada, mungkin kalian-kalian ini sudah terkenal sejak lama dan mungkin ada hari libur nasional untuk merayakan jasa kalian." kata Tera sambil tertawa.

"Hahaha baiklah kalau kau belum percaya. Tetaplah di sini dan kau akan mengerti semuanya sebentar lagi." kata Luke.

"Tidak bisa, aku harus menemukan anakku. Mungkin aku akan menetap sebentar lalu keluar mencari Alex dalam beberapa hari ini" kata Tera.

"Baiklah..tetapi kembalilah ke sini saat kau sudah menemukannya. Lagi pula kau tidak mungkin membawa Jo bersamamu kan." kata Luke, mulutnya gatal ingin menawarkan diri untuk membantu, tetapi nanti saja pikirnya. Saat Tera sudah percaya.

"Ya, terima kasih." balas Tera sambil tersenyum. Ia menoleh sesaat ketika Jo muncul dari lorong memanggil-manggil ibu.

"Ibu.." kata Jo pelan lalu duduk dengan tenang dipangkuan Tera. Tera mengecup keningnya lalu tersenyum pada Luke.

"Dia anak yang kuat, kau tahu." kata Luke sambil menunjuk Jo.

Share on:

0 testimoni :

Posting Komentar