Selasa, 09 Juli 2013

Kemungkinan

Written by Unknown



Helena tak seharusnya tidak memperhatikan apa yang dibicarakan dr.Greg tadi lewat hologramnya karena besar kemungkinan itu bukan perkara sepele. Tetapi, otaknya benar sudah tak bisa diajak kompromi, penat, penat, penat sekali hari ini. Dia harus tidur, otaknya butuh asupan istirahat. Helena sudah berada di kamar tidurnya sekarang, dia harus kembali mencoba memejamkan mata setelah tadi tidurnya di pangkuan J terganggu oleh seperti sesuatu yang menyentuh bibirnya lembut.


Sementara Fi hendak memberikan bantal dan selimut pada J, di ujung ruangan yang menghubungkan dengan ruang santai itu Fi melihat hal aneh terjadi pada J. Sebelum erangan itu menjadi raungan cepat-cepat Fi memberikan bantal dan selimut tersebut pada J. Fi berniat mengetuk pintu kamar Helena dan memberitahukan perihal yang terjadi pada sahabat majikannya itu, tapi dia urungkan niat setelah mengingat rupa pucat yang melukiskan kelelahan dari tampang menyedihkan Helena malam ini. Mungkin J hanya migrain biasa. Fi akan kedapur saja mengambilkan segelas air dan aspirin untuk J.

J sedang dalam posisi tertunduk memegangi kepala dengan erangan dan gemertak gigi yang ditimbulkannya saat Fi mengantarkan padanya bantal dan selembar selimut. Saat itu J masih sadar. Dia mencoba membuat otaknya tetap bekerja dan mencari solusi akan sakit yang menohok otaknya tersebut sebelum dia hilang kesadaran, sebelum hari ini semakin kacau. Karena Fi pikir takkan ada yang membantunya. Helena juga mungkin sudah terlelap sedari tadi. Dia juga tak ingin membangunkan lagi sahabatnya itu. J teringat akan obat yang diberikan dr.Greg sebelum sepeninggalannya dari rumah yang disegel milik Greg. Cepat J merogoh saku mantelnya namun nihil.

Helena belum tidur, jika ada orang lain di kamarnya dia akan tetap terlihat gusar meski penerangan di kamarnya nyaris tak ada. Helena cepat bangkit ketika mendengar sayup-sayup erangan dari arah luar.

Ah, J!” pekiknya.

“J? Oh, Astaga.. Obatnya?” Tanya Helena cemas.

“Di.. mo..bil...” Ucap J terbata-bata.

Ketika itu juga Helena berlari keluar ke arah bagasi dan membuka pintu mobil kemudian mengambil obat dari dr.Greg yang tadi diletakkan J di atas dashboard mobil. Helena membantu J pada posisi bersandar menengadahkan kepala sesaat setelah J meneguk sedikit cairan dari obat tersebut. J menunggu kontraksi pada tubuhnya berhenti. Menunggu ketenangan bisa kembali menyelimuti, meski sulit mendapatkan ketenangan di saat-saat seperti ini setidaknya ada Helena yang saat ini berada di sampingnya cemas. Apa yang sebenarnya terjadi padaku?

“Ini tentang kode-kode itu, J. Aku menemukan kecocokan antara setengah pertama kode log milikmu mirip dengan setengah terakhir kode rekaman dari kepala Shinji.”

“Ini sudah pasti berkesinambungan.”

“Kau bisa saja menjadi lebih parah dari Shinji.”

“Kau tentu tidak ingin apa yang kau lihat tentang peperangan serta manusia yang memakan manusia itu terjadi di masa depan bukan? Kita harus mencari jalan bagaimana mimpi buruk itu tidak terjadi.”

“Sementara aku bekerja, kau tetap harus mengontrol kontraksi ditubuhmu.”
Sepotong demi sepotong kalimat yang dilontarkan dr.Greg lewat hologramnya berputar-putar di otak J. Benar saja bagaimana mungkin dia membiarkan apa yang dia lihat menjadi nyata, apa lagi hal itu bisa jadi akibat dirinya. Tidak. J menggeleng pelan. “Ada apa? Masih ada yang sakit?” Tanya Helena. “Tidak. Kembalilah terlelap.” Tutur J seraya menepuk pangkuannya mengisyaratkan Helena untuk menempatkan kepalanya di situ.

J menemani malam menghabiskan diri sambil terus berusaha berpikir. Namun otaknya lamban sekali berjalan mungkin efek langsung dari obat yang diberikan dr.Greg. Entah kantuk cukup punya keberanian atau tidak menyerangnya malam ini, J masih mencoba berpikir.

Share on:

0 testimoni :

Posting Komentar