Senin, 08 Juli 2013

Mati

Written by Unknown


Helena mengedipkan matanya. Sadar dari lamunannya barusan. Di hadapannya J dan dr. Greg bangkit berdiri.

" Hei ayo.." kata J seperti mengajak Helena. Untuk sesaat Helena agak bingung, lalu ia sadar tadi dr. Greg mengajak mereka menemui Shinji di rumah yang disegel. Ia meraih tangan J untuk berdiri. Tangan J dingin dan berkeringat.

dr. Greg berjalan menuju sebuah dinding di salah satu sudut di ruang rahasia itu. Ia menggeser dinding itu santai seperti menggeser pintu geser. Dibaliknya terlihat sebuah elevator tua.



"Silahkan" kata dr. Greg mempersilahkan Helena dan J masuk terlebih dahulu. Keduanya masuk dengan ragu-ragu. J memandang Helena yang pucat. Ia memegang tangannya untuk menenangkannya. dr.Greg masuk dan menutup pintu elevator itu. Ia lalu menarik tuasnya maju. Elevetor itu turun tanpa kesulitan. Beberapa menit kemudian mereka berhenti tepat di depan sebuah lorong yang berujung dengan tangga curam ke atas. dr. Greg jalan di depan dengan tangan mengayun di sisi tubuhnya dengan canggung. Helena dan J berbisik-bisik di belakangnya.


" Profesor ini sudah gila!" bisik Helena ke J

" Mungkin ia gila tapi setidaknya ia punya jawaban..lagipula kamu yang membawa kita ke sini." kata J

" Bukan aku, Luke yang menyuruhku!" balas Helena galak.

Sebelum J sempat membalas dr. Greg menoleh ke belakang dengan tatapan 'kalian pikir aku tidak dengar' J dan Helena langsung tersenyum sepolos mungkin di hadapan dr. Greg.


Mereka lanjut berjalan menaiki tangga curam menuju rumah yang disegel. Helena melebarkan matanya ketika sampai di atas. Rumah yang dari luar terlihat tua itu kini berubah menjadi sebuah laboratorium modern yang keren. dr. Greg dengan tenang membuka kunci gembok satu-satunya pintu di ruangan itu.

Di dalam ruangan itu tergeletak seorang bocah remaja. Tubuhnya kurus dan matanya cekung. Ia diikat di sebuah kasur dengan dikelilingi banyak peralatan medis, walaupun sebagian besar peralatan itu tidak digunakan. Cairan infus masuk melalui jarum dan selang di tangannya yang kurus. Di samping kasurnya tergatung kantong yang berhubungan dengan kateter untuk menampung sisa metabolisme tubuhnya.

"Perkenalkan, ini Shinji Nakamura" kata dr. Greg lesu. Merasa malu dengan penelitiannya yang gagal.

Helena mendekat untuk melihat lebih jelas. Shinji membuka matanya dan menggertakan giginya. Helena memekik dan melompat mundur. Mata Shinji buram dan mengerikan. Gigi-giginya terlihat mengancam.

"Ia terlihat seperti mayat hidup." kata J sambil memegang Helena mundur dari Shinji.

"Bukan terlihat. Lebih tepatnya, ia memang mayat hidup" dr. Greg menjawab.

"Tapi, kenapa ia butuh semua peralatan medis ini jika ia sudah mati, atau hidup..atau apalah itu." kata Helena sambil melihat Shinji yang mencoba melepaskan diri dari tali kekang di kasurnya.

"Karena, ia tidak makan.." kata dr. Greg dengan enggan. Helena dan J memandang dr. Greg menunggunya melanjutkan. dr. Greg mengambil napas dalam, seolah-olah ia terpaksa harus mengaku.

"Beberapa hari setelah Luke menghilang. Aku merawat Shinji sendirian. Tetapi ada sesuatu yang berubah dari Shinji. Ia menjadi pendiam dan sindromnya seperti hilang begitu saja. Lama kelamaan ia hanya akan berdiri seperti orang linglung dengan mulut menganga. Aku berusaha mengajakya berbicara dan bermain. Tapi ia tidak memberikan respon yang cukup. Hingga akhirnya ia tidak dapat merespon sama sekali. Ia tidak tidur, hanya berbaring dengan mata kosong yang terbuka. Ia juga tidak minum dan makan. Ia seperti mati perlahan-lahan. Aku mulai khawatir dan berusaha mencari dan terus mencari untuk membawanya kembali seperti dulu. Hingga suatu hari, ia memelukku sambil menggeram. Aku pikir itu semua sudah berakhir, hingga ia mencoba menggigitku.
Aku mencengkeram tangannya untuk melihat matanya. Tapi ia sudah hilang. Matanya sudah tidak memiliki kehidupan. Nadinya tidak lagi berdenyut dan ia tidak lagi bernafas. Yang ia inginkan hanya menggigitku. Salah seorang asistenku membantuku melepas Shinji dari tubuhku. Tapi Shinji malah berbalik dan menggigitnya. Mereka berdua bergulat dan aku tidak tahu harus berbuat apa. Kuambil sebuah tali dan mulai mengikat Shinji yang sibuk memakan asistenku. Darah di mana-mana. Setelah Shinji terikat aku mengangkatnya dan mengurungnya di lemari. Lalu aku menoleh untuk menolong asistenku. Sayangnya kelakuan aneh Shinji menular. Asistenku juga berusaha menggigitku. Sepersekian detik aku menoleh dan melihatnya aku langsung sadar dan menmbakkan pistolku ke arah kepalanya. Ia mati seketika. Aku terduduk dan mulai menangis seperti anak kecil." dr. Greg duduk di salah satu kasur kosong di laboratorium itu. Ia menyeka air matanya pelan.

Helena dan J saling menatap satu sama lain. Kemungkinan perang yang dilihat J sebelumnya sekarang menjadi makin besar.

Share on:

0 testimoni :

Posting Komentar