Senin, 29 Juli 2013

Bertahan

Written by Unknown


Tera menutup pintu besi apotek milik suaminya. Mendiang suaminya. Ia masih bisa melihat Jo menangis di dalam sambil mengulurkan tangannya meminta pelukannya.
"Tetap di sini, ibu janji akan kembali. Ibu akan mencari Alex, tunggu ya" kata Tera tersenyum sambil menangis mencoba menenangkan anaknya yang menangis. Ia mengunci rapat-rapat pintu yang ada di paling depan dan berbalik sambil menembakan pistolnya ke setiap makhluk yang mendekat. Ia harus kembali ke rumah mencari Alex. Kakak Jo.

Sudah hampir satu minggu lebih Tera bersembunyi dan berjalan mengendap-endap di kota. Ia berjalan kembali ke rumahnya mencoba secepat dan seaman yang ia bisa. Beberapa kali bertemu dengan salah satu makhluk itu membuatnya tidak takut lagi. Ia tau apa yang harus dilakukan. Menghantam kepalanya atau bersembunyi sambil menahan napas. Sepertinya makhluk ini tertarik dengan karbondioksida. Tera menahan dirinya untuk menembak kepala makhluk-makhluk ini karena suara memicu rasa penasaran makhluk ini, membuat mereka berlari gila-gilaan ke arah suara walaupun suara itu hanya ditimbulkan oleh alarm mobil yang tidak sengaja dihantam oleh salah satu dari mereka.

Tera tiba di depan rumahnya. Salah satu makhluk itu tergeletak diam di beranda. Sepertinya sudah mati dibunuh seseorang. Ia menahan napasnya saat berjalan melewati mayat itu dan masuk ke dalam rumahnya. Matanya telah terbiasa oleh kegelapan, seperti telah menyesuaikan untuk melihat melalui pantulan cahaya sekecil dan selemah cahaya bulan. Tangan kanannya memegang golok erat-erat sambil memeriksa setiap sudut rumahnya. Tidak ada apapun di sini. Dengan kecewa ia mengambil ranselnya dan mulai mengisinya dengan makanan kalengan yang ada di rumahnya. Kebanyakan makanannya telah dijarah oleh orang-orang yang selamat seperti dirinya. Ia memasukan kaleng makanan terakhir lalu terpikirkan sesuatu dan berlari ke kamar Alex. Ia memeriksa ransel yang biasa Alex gunakan saat berkemah. Tidak ada. Sepertinya Alex berhasil kabur. Tera optimis walaupun kemungkinan anaknya selamat sangat kecil. Sekarang ia harus kembali menjemput Jo, sudah terlalu lama ia meninggalkannya.


Desahan napas kecewa terdengar menggema di seluruh ruangan. Langkah-langkah kaki berjalan mengelilingi tiap sudut dengan kalap. Suara jantungnya seakan terdengar sampai ke luar. Ia masih berjalan-jalan dan mengingat-ingat kejadian itu terakhir kali. Sesekali ia mengawasi pintu yang sudah ia kunci kembali saat masuk tadi. Tidak ada tanda-tanda kerusakan pada pintu maupun dinding..kemana perginya. Pikirannya kalut dan air matanya mulai menggenang. Ia ingin menjerit memanggil-manggil anaknya tetapi takut makhluk itu telah masuk ke apotek dan mengintainya dari bayang-bayang.

Sebuah suara muncul. Langkah kaki, Tera berkeliling mencari asal suara itu, lalu ada suara seperti botol berisi pil dikocok. Tera menoleh cepat dengan jantung menggebu berharap itu Jo. Tangan Tera memegang erat pistol dengan peredam suara yang ia ambil dari rumahnya. Seorang pria berdiri santai di depan lemari obat. Kepalanya menunduk membaca tulisan-tulisan kecil di belakang botol vitamin yang ia pegang. Adrenalin memenuhi darah Tera, membuat pikirannya yang kacau semakin kalut. Ia menembakkan pistolnya. Tepat di pundak.

"Mana Jo?" tanya Tera sambil mengarahkan pistolnya ke pria itu. Pria itu tidak menjawab, hanya mengerang. Matanya terpejam dan mengedip-ngedip cepat. Syok.

"Siapa dan mau apa kau di sini?" tanya Tera lagi, berjongkok di samping pria itu. Ia lalu bergegas mengambil peralatan medis dan mengobati luka tembak yang ia sebabkan. Sebelum menyembuhkannya, Tera mengikat tangan pria itu dengan perban.

Pria itu sudah tenang sekarang. Tera duduk di sampingnya sambil bersandar di dinding. Masih mempertanyakan kemana anak-anaknya. Ia membuka dompet pria itu. Luke namanya. Sepertinya ia laku-laki normal dilihat dari isi dompetnya. Tera menoleh saat menyadari Luke sudah bangun dan menatapnya tajam.

Share on:

0 testimoni :

Posting Komentar