Kamis, 25 Juli 2013

Rumah

Written by Unknown


Helena membawa bungkusan-bungkusan bahan mentah dan bahan makanan lainnya ke dapur dr. Greg. Cahaya lilin menerangi lorong menimbulkan bayangan-bayangan yang misterius membuatnya awas dan mengecek seluruh ruangan sebelum melakukan sesuatu. Ia meletakkan bahan-bahan itu dengan rapi di lemari dan meja-meja yang belum terpakai untuk mengganjal pintu dan jendela. Helena menghela napas sambil mengumpulkan beberapa bahan untuk ia masak sambil berpikir betapa beruntungnya ia karena rumah dr. Greg memiliki sumur dan juga tabungan air di bawah tanah, sehingga mereka tidak akan kekurangan air untuk beberapa hari ke depan. Ia mencuci dan memotong bawang dan sayur-sayuran dengan perlahan. Berhat-hati karena ini baru kesekian kalinya ia memasak dan sekarang adalah bukan waktu yang bagus untuk memotong putus jarinya sendiri. Pandangannya sedikit buram, ia mendengus sedikit ingin tertawa karena kesedihannya bertepatan saat ia memotong bawang. Beberapa titik air mata turun langsung menuju pipinya. Entah karena sedih dan rindu rumah atau bawang bombai mengiritasi matanya. Helena mengerjapkan matanya lalu mengedipkannya beberapa kali sambil memasak bahan makanan yang ia siapkan.

Helena menghela napas kecewa saat J yang datang dengan bangga sambil memamerkan kepala botaknya, mengatakan negatif. Ia takut rumahnya kehabisan bahan makanan. Sepertinya J menyadari kesedihannya, ia berdiri di belakangnya sambil mengawasinya memasak. Beberapa kali J mengejeknya karena baru kali ini ia melihat Helena memasak. Diam, kata Helena perlahan setiap kali J mengejeknya. Ia sedang tidak ingin bercanda hari ini. Moodnya jelek dan ia rindu berada di rumah. Helena mematikan api di kompor lalu menunduk sedikit mengusap matanya.

"Hei.." kata J dengan khawatir.

"Kau tidak apa-apa?" tanyanya lagi sambil meletakkan tangannya pelan di pundak Helena. Tubuh J lebih tinggi dari Helena, membuatnya seakan memeluknya dari belakang.

"Ya..aku hanya rindu rumah..dan Fi. Juga pamanku." kata Helena pelan.

"Bagaimana kalau besok kau minta Luke mengantarmu kesana?" kata J optimis menepuk pundak Helena.

"Tidak..aku tidak ingin melihat rumahku sekarang. Aku rindu rumahku yang dulu. Sebelum semua ini terjadi." Helena berbalik menghadap J. Matanya berkaca-kaca dan bibirnya menjebi seperti anak kecil sedang kesal. J setengah tersenyum melihat Helena yang terlihat lucu dengan wajahnya yang kekanakan itu. Ia lalu menepuk pelan kepala Helena.

"Aku akan berusaha semampuku untuk membuat semuanya kembali baik-baik saja." kata J lembut. Helena memandangnya baru menyadari wajah J yang telah terlihat dewasa.

"Janji kelingking?" tanya Helena ke J lirih. J tertawa lalu mengepalkan tangannya dan mengacungkan jari kelingkingnya. Menawarkan janjinya pada Helena. Helena menyambut gerakan tubuh J sambil tersenyum pelan. Ia lalu berbalik dan meletakan masakannya ke piring.

"Hei bantu aku membawa ini ke lab." kata Helena sambil membawa piring dan mangkuk di nampan.

Mereka berjalan berdua menuju laboratorium dr. Greg yang terang sambil berbincang. Helena menceritakan anak kecil yang ikut dengan Luke tadi. Ia terlihat seperti berumur 8 tahun. Helena masih belum memutuskan anak itu laki-laki atau perempuan karena rambutnya yang setengah panjang dan badannya yang kurus.


Di lab dr. Greg, Luke dan J makan sambil berbincang. Kebanyakan tentang apa langkah selanjutnya yang akan mereka ambil. dr. Greg juga menjelaskan bahwa setelah makan mereka semua akan disuntik vaksin untuk menghindari penyakit-penyakit yang kemungkinan muncul dalan kondisi seperti ini.

Helena berjalan memasuki kamar tempat ia menampar J. Di sana ada anak kecil sedang berbaring dengan mata nyalang.

"Tok tok.." kata Helena ramah sambil membawa mangkuk makanan dan segelas air. Ia sendiri sudah menyelesaikan makanannya tadi. Sengaja makan terburu-buru agar bisa menemui anak ini.

"Siapa disitu?" tanya anak itu sambil duduk.

"Uh..air dan makanan." jawab Helena duduk di sebelah anak itu sambil meletakan makanan itu di meja yang ada di sebelah kasur.

"Hai..." kata Helena canggung.

"Ibuku tidak akan kembali kan.." kata anak itu tiba-tiba, lebih seperti pernyataan daripada pertanyaan. Helena hanya tersenyum simpati tidak tahu harus menjawab apa.

"Aku kira ibuku kembali saat orang itu datang. Sudah berhari-hari aku bersembunyi dalam lemari. Keluar hanya untuk ke toilet dan mengais makanan dan permen yang ada di meja kasir.." lanjut anak itu tanpa disuruh. Helena duduk tegak sedikit tertarik dengan cerita anak itu.

"..Semua orang sibuk berlari. Ibu menggendongku dan membuka pintu apotek dengan kuncinya lalu meletakkan aku dan bilang untuk bersembunyi..menunggu. Ia bilang ia akan kembali saat aku menangis. Ia menutup pintu besi yang ada di apotek dan menguncinya lali menutup pintu di depan pintu besi itu. Aku tidak bisa melihatnya, tapi aku dapat mendengar suara klik kunci di luar. Lalu ada banyak jeritan dan letusan. Seperti suara kembang api saat tahun baru dan juga suara film-film mengerikan yang dilarang ibuku untuk aku tonton" kata anak itu bercerita sambil mengorek kuku nya yang kotor. Ia lalu meraih mangkuk dan mulai makan dengan lahap.

"Siapa namamu?" tanya Helena sambil menyerahkan air minum saat anak itu selesai makan.

"Jo" jawab anak itu cepat lalu minum.

"Oh jadi kau anak laki-laki ya" Helena berbasa-basi.

"Bukan. Aku perempuan. Namanku Joane tapi aku biasa dipanggil Jo." anak itu mengerutkan keningnya.

"oooh..haha maafkan aku." kata Helena setengah menggaruk kepalanya.

"Ya tidak apa-apa. Aku suka kau. Kau wangi." kata anak itu tiba-tiba.

"Uh..kau mau mandi?" tanya Helena sambil mengeluarkan handuk dari lemari.

Helena mengendus badannya sendiri saat menunggu Jo mandi dengan bersemangat. Ia tidak mengenakan deodoran sejak bencana ini terjadi. Ia tidak begitu memperhatikkan masalah bau badan dalam bencana ini. Oh sial..pikir Helena saat menanyakan bagaimana ia di hadapan J sekarang. Ah.. Helena berpikir lagi dengan santai. Berusaha tidak memikirkan pandangan J terhadapnya dan tidak mempertanyakan kecantikannya dalam situasi seperti ini. Helena membuka lemari pakaian lebar milik dr. Greg. Ia pernah membukanya beberapa kali saat mencari pakaian untuk berganti pakaian. Baju mendiang isteri dr. Greg dan Shinji kecil ada dalam lemari itu. Ukurannya pas dengan Helena dan beberapa pakaian Shinji bisa diberikan pada Jo.

Jo dan Helena berjalan masuk ke lab. Mereka terlihat rapih dan bersih. Luke sedang disuntik oleh dr. Greg sedangkan J menunggu dengan enggan di belakangnya.

"Helena sini!" kata J menunjukan tempat kosong di depannya berharap Helena mau disuntik terlebih dahulu. Kepala botaknya membuat Helena geli.

Helena hanya tertawa lalu memutar matanya. Ia berjalan sambil menggandeng Jo mengisi posisi kosong di depan J. Ia tau J takut dengan jarum sejak dulu. Jo melepaskan gandengannya lalu berdiri di depan Helena.

"Oooh berani sekali kau." kata Helena sambil bercanda. Jo hanya tersenyum. Ia terlihat kuat dan berani. Tidak banyak anak kecil masih bisa riang setelah kehilangan ibunya. J dan Helena hanya saling berpandangan dan melihatnya dengan simpati saat Jo berbalik menghadap dr. Greg.

Semua orang sudah disuntik kecuali dr. Greg. Ia meminta seorang relawan untuk menyuntiknya. Luke telah menghilang setelah disuntik. Mungkin tertidur lelah setelah berteleportasi. J mengangkat tangannya saat dimintai tolong.

"Sini biar aku suntik." kata Helena menawarkan diri.

"Baiklah." kata dr. Greg menjulurkan lengannya. Helena menggaruk kepalanya.

"Aku belum pernah menyuntik orang. Bisa tunjukkan bagaimana caranya?" kata Helena sambil memegang suntikan tumpul berisi vaksin.

"Pertama-tama kau pasang dulu jarumnya ke suntikan...ya diputar biar sedikir kencang. Ambil kapas yang ada alkoholnya peras sedikit lalu baurkan di lenganku. Yang ini.." kata dr. Greg mengarahkan kapas ke tempat yang tepat.

"Masukan jarumnya semua jangan ragu-ragu. Lalu tarik untuk melihat apakah kau salah tusuk dan masuk ke pembuluh darah atau tidak. Bila kau menusuk dengan benar maka tidak akan ada darah yang tersedot di suntikan. Lalu dorong masuk semua cairan vaksin nya masuk ke lenganku dan cabut secepatnya lalu tutup bekas tusukan dengan kapas beralkohol. Mudah bukan?" lanjut dr. Greg.

"Yup.." kata Helena sambil mempraktekannya. Ia melakukan semuanya dengan baik.

"Sudah" kata Helena sambil mengusap lengan dr. Greg dengan kapas alkohol yang dibuntal kecil. dr. Greg tersenyum dan berterima kasih pada Helena.

"Bagaimana perkembangan helmnya?" tanya dr. Greg pada Helena.

"Sebentar lagi selesai. Dengan barang-barang yang dibawakan pamanku aku bisa menyelesaikannya." jawab Helena sambil tersenyum.

Share on:

0 testimoni :

Posting Komentar